Ia menemukanku di titik terendahku, atau lebih tepatnya Allah mempertemukan ku dengannya pada masa-masa sempit dan kehilangan, dalam situasi menganiaya diri, dan disaat jiwa tersungkur pada titik nol, terpuruk dan terperosok pada milah sesat tanpa harga diri.
Dan atas izin Allah ia menemukanku.., menuntunku untuk kembali kepada kebenaran yang hakiki, menyalakan kembali cahaya Ilahiah yang sempat meredup, mengajarkanku kembali mengasihi diri, dan mengingatkanku kembali atas ilmu yang telah ku pahami namun terlupakan, hingga menyadarkanku bahwa Allah masih menantiku di ujung yang indah.
Disaat Kuasa Allah menunjukkan Rahmat-Nya, disaat satu hijab tersingkap, dan doa-doa diijabah, maka ia-lah hajat yang dipenuhi.
Allah memiliki Kuasa-Nya, semua telah tertulis di Lauh al-Mahfudz;
kesedihan, kesenangan, penderitaan, suka cita, perjumpaan, perpisahan... 'Takdir'.
Namun skenario Allah yang terindah ialah, saat ia menemukanku..di titik terendahku.
Semua untaian kata menjadi pelipur lara, di tengah keringnya ruh atas Iman ia datang membawa cawan pelepas dahaga dan penerang ilmu kalam. Ada tautan antar kalbu yang berbicara, akal berinteraksi, maka dua jiwa, dua hati dipertemukan dalam satu dhiya.
Tidak, aku tidak pernah benar-benar menjadi manusia yang menyadari kelemahan dan kehinaanku di hadapan Rabb-ku, bukan pula aku wanita dengan akhlak yang sempurna, ilmuku tidak pula seujung kuku, dan waktu lapangku lebih banyak kugunakan untuk menangisi kesempitanku hingga melupakan rasa syukur dan melalaikan segala yang menjadi Hak-Nya. Namun begitu Allah tetap saja menunjukkan Kemurahan-Nya.
Lagi-lagi Allah menamparku dengan cara-Nya yang paling Indah. Disaat aku kehilangan yang ku kira sebagai 'cinta', sejatinya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Pemurah menunjukkan kepadaku bukti Cinta dan Kebesaran-Nya yang tak terbatas, Ia mempertemukanku dengan kesejatian Iman dan mengantarkanku pada cinta yang (insyaa Allah) diberkahi oleh Rahmat-Nya. Cinta yang tak kusangka-sangka, cinta yang penuh restu, bahkan wajahnya telah Allah tampakkan hingga di Tanah Haram, saat kusyuk doa dipanjatkan tepat di jantung Mekah, hingga kemudian ia dihadirkan dalam mimpiku sebagai 'tanda'.
Maka disinilah segala awal dimulai, diawali dengan “Bismillah…”
Boleh jadi ia memang takdirku, hutang yang harus kubayar atas penciptaanku. Maka bakti ku akan menunggu, kedua tanganku yang hanya akan 'menerima' dari nafkahnya, amalan yang kelak ku sandarkan pada petuah dan bimbingannya.
Segala yang semata-mata kulakukan atas kekaguman, kecintaan, dan penghormatanku, dan pula semata-mata untuk meraih Ridha Rabb-ku. Ini adalah janji seorang wanita, janji yang sudah semestinya lebih kokoh dari pasak-pasak bumi.
Dan kisah ini belum usai….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar